Posisi saat ini: Rumah / Pesan / Pengamat: Sepak Bola Indonesia Mengalami Disorientasi Sejak Patrick Kluivert Gantikan Shin Tae-yong

Pengamat: Sepak Bola Indonesia Mengalami Disorientasi Sejak Patrick Kluivert Gantikan Shin Tae-yong

Penulis:Wartawan Olahraga Tanggal:2025-10-13 15:30:03
Dilihat:0 Pujian
Jordi Cruyff (kiri) bersama Erick Thohir (tengah) dan Patrick Kluivert (kiri) dalam acara perkenalan dirinya sebagai penasihat teknik PSSI di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Selasa (11/3/2025) sore. (Bola.com/Abdul Aziz)

Jakarta Kegagalan Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 merupakan puncak disorientasi sepak bola nasional.

Sepak bola Indonesia mulai menyimpang dari misi mulianya dan telah kehilangan arah sejak Patrick Kluivert ditunjuk sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia menggantikan Shin Tae-yong pada awal Januari lalu.

Padahal selama lima tahun Shin Tae-yong jadi nakhoda Timnas Indonesia 2019, misi PSSI sangat jelas, yakni membawa Timnas Indonesia berjaya di level Asia dan Dunia.

Target utama yang selalu dikumandangkan adalah memperbaiki peringkat Indonesia di daftar rangking FIFA. Bidikan ini sangat realistis. Jika posisi Timnas Indonesia selalu naik berarti banyak poin yang diraih dari hasil kemenangan.

Pelatih asal Korsel itu pun telah merintisnya dengan susah payah. Mantan jurutaktik Timnas Korsel di Piala Dunia 2018 Rusia itu coba mengais-ais dan memetakan segala potensi yang dimiliki Indonesia.

Mulai stok pemain, budaya, hingga tradisi keseharian masyarakat di Nusantara. Langkah pertama, Shin Tae-yong mengambil tanggung jawab sebagai pelatih Timnas Indonesia U-23 dan Senior. Namun para pengamat menilai Shin Tae-yong terlalu serakah dengan jabatan ganda itu.

Dia mulai memanggil pemain lokal dan naturalisasi langganan Timnas Indonesia yang beredar di Liga Domestik. Semua pemain senior diberi kesempatan beraksi di berbagai ajang yang diikuti Timnas Garuda.

Kegagalan demi kegagalan yang menyudutkannya tak membuat Shin Tae-yong kendur sedikit pun. Di tengah kritikan santer dan pedas yang beredar di dunia nyata dan jagat maya, Shin Tae-yong tetap keukeuh menjalankan tugasnya.


Langkah Frontal: Potong Generasi

Pemain Timnas Indonesia U-23, Ivar Jenner (kanan) berduel udara dengan pemain Irak U-23, Karar Mohammed pada laga perebutan tempat ketiga Piala Asia U-23 2024 di Abdullah bin Khalifa Stadium, Doha, Qatar, Kamis (2/5/2024). (AFP/Karim Jaafar)

Nah, ketika mantan gelandang Seongnam FC ini mulai mengetahui peta sepakbola Indonesia, dia pun mengambil langkah frontal. Potong generasi!

Kritikan mengalir deras ketika Shin Tae-yong pelan-pelan menyingkirkan banyak pemain senior yang dinilainya tak bisa berkembang lagi.

Dia latih dan bentuk pemain muda sesuai keinginannya. Yakni dengan menu latihan keras dan disiplin tinggi agar punya fisik kuat serta mampu bermain spartan sepanjang laga.

Shin Tae-yong kombinasikan pemain senior yang mau bekerja keras dengan pemain muda yang punya potensi berkembang di masa depan.

Shin Tae-yong dianggap gagal karena selama lima tahun mengendalikan Timnas Indonesia tak satu pun trofi yang berhasil diraih. Bukan karena Shin Tae-yong tak ingin trofi.

Tapi banyak orang tak menyadari jika sebenarnya dia sedang membangun pondasi kuat untuk Timnas Indonesia. Lambat tapi pasti, Shin Tae-yong tetap fokus mengangkat rangking FIFA Indonesia.


Titik Krusial Akhir Perjalanan STY di Indonesia

Shin Tae-yong ketika memimpin Timnas Indonesia di Piala AFF 2022 (c) Abdul Aziz

Deretan prestasi dan sejarah mulai ditorehkan Shin Tae-yong. Timnas Indonesia U-23 lolos hingga semifinal Piala Asia U-23 dan nyaris tampil di Olimpiade Paris 2024. Jika tak dicurangi wasit asal Prancis saat laga playoff kontra Guinea dengan skor 1-0 lewat titik penalti.

Timnas Indonesia Senior juga berhasil melangkah sampai babak 16 Besar Piala Asia 2023. Ini jadi sejarah baru bisa melaju hingga fase ini. Raihan ini membuat Timnas Indonesia di semua level bisa langsung tampil di putaran final Piala Asia alias tak melalu fase kualifikasi yang melelahkan dan menguras kocek.

Shin Tae-yong terus melangkah dengan tegap bak seorang musafir di tengah gonggongan anjing yang mengganggu perjalanannya. Setelah babak belur di penyisihan Piala Dunia 2022, Shin Tae-yong mulai membangun kekuatan baru untuk kualifikasi Piala Dunia 2026.

Putaran demi putaran dilakoni dengan optimisme tinggi. Mulai ronde pertama hingga ketiga, Shin Tae-yong terus menambal sulam mesin perang Timnas Indonesia agar mampu menaklukkan para musuh.

Titik krusial terjadi ketika dia bereksperimen dengan masuknya tiga sosok naturalisasi baru. Mees Hilgers, Kevin Diks, dan Eliano Reijnders masuk.

Dua pemain pertama punya kualitas tinggi setara Jay Idzes yang lebih dulu bergabung dan dipercaya sebagai kapten tim. Eliano Reijnders sebagai adik pemain kondang Manchester City dan Timnas Belanda Tijani Reijnders dinilai juga punya pamor.

Ketiganya dijajal saat Timnas Indonesia tandang ke China dan kalah 1-2 pada awal putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Kesimpulannya, pemain sehebat apapun tak selalu bisa langsung menyatu dengan tim baru.

Kekalahan ini menjadi awal keruntuhan kerajaan yang telah dibangun Shin Tae-yong dengan tetesan keringat dan cucuran darah para pemain. Ini kesempatan para oposan menyerang Shin Tae-yong habis-habisan.


Episode Baru di Tengah Jalan

Dari sinilah episode baru yang menuju kehancuran dimulai. Kekalahan telak dari Jepang 4-0 di SUGBK makin membuat posisi Shin Tae-yong terpojok di sudut bangunan yang nyaris diruntuhkan.

Kemenangan atas Arab Saudi 2-0 yang jadi sejarah baru 18 tahun bagi Timnas Indonesia tak mampu mengadang kekuatan besar yang terus merongrong posisi Shin Tae-yong.

Piala AFF 2024 jadi jebakan bagi Shin Tae-yong. PSSI bermuka dua. Petinggi Federasi Sepakbola Indonesia merestui sang nakhoda memakai pemain U-23 untuk melawan pemain senior negara ASEAN.

Namun kegagalan Timnas Indonesia di penyisihan grup Piala AFF 2024 jadi momen tepat untuk mengakhiri kisah heroik Shin Tae-yong. Meskipun dia baru saja membuat kesempatan perpanjangan kontrak dengan PSSI hingga tahun 2029.

Muncul lah nama besar dari Belanda, Patrick Kluivert! Dari sinilah PSSI mulai mengalami disorientasi. Jika sebelumnya Ketum PSSI berkoar-koar Timnas Indonesia harus lolos Piala Dunia 2026 mulai lebih lembek dan kompromistis.

Tak terdengar lagi kalimat memperbaiki rangking FIFA. Tak muncul lagi slogan Timnas Indonesia menembus tataran Asia dan Dunia. Yang sering muncul kalimat diplomatis berbau politis. Patrick Kluivert tak dibebani lolos ke Piala Dunia 2026 di AS, Kanada, dan Meksiko.

Padahal kekuatan Timnas Indonesia makin mantap. Setelah striker legendaris Timnas Belanda dan dua klub raksasa Eropa, Ajax Amsterdam dan Barcelona ini berhasil mendatangkan pemain diaspora baru, seperti Ole Romeny, Miliano Jonathans, Joey Pelupessy, Dean James, hingga Mauro Zijlstra.


Disorientasi

Pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert dalam laga melawan Timnas Bahrain di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (25/3/2025). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi).

Patrick Kluivert dengan halus mulai menepikan pemain yang telah merintis jalan berliku dengan tetesan darah sejak putaran pertama Kualifikasi Piala Dunia 2026 lalu.

Jika Shin Tae-yong berani bereksperimen di laga-laga awal putaran ketiga, Patrick Kluivert bikin blunder karena menguji formasi baru di babak krusial yang sangat menentukan nasib Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026.

Putaran keempat di Jeddah jadi titik nadir yang mengubur mimpi indah dan ada pencinta Timnas Indonesia yang telah dirajut sehelai demi sehelai bersama Shin Tae-yong dan Jay Idzes dkk. sejak laga ronde pertama melawan Brunei Darussalam dua tahun silam, tepatnya pada 12 Oktober 2023.

Jay Idzes dkk. dikalahkan tuan rumah, Arab Saudi 3-2 dan Irak 0-1. Nasi sudah jadi bubur. Sesal tiada guna. Meskipun para pemain menangis hingga air mata kering.

"PSSI mengalami disorientasi di akhir putaran ketiga sejak kedatangan Patrick Kluivert dan teman-temannya di Timnas Indonesia. Sepak bola kehilangan arah dan misi besarnya di level Asia dan Dunia," kata Gusnul Yakin.

 


Kegagalan demi Kegagalan

Pengamat sepak bola senior asal Malang ini membuka faktanya. Dimulai kegagalan Timnas Indonesia U-20 asuhan Indra Sjafri di putaran final Piala Asia U-20 2024. Disusul terpuruknya Timnas Indonesia U-23 besutan Gerald Vanenburg di rumah sendiri pada pentas Piala AFF U-23 dan Kualifikasi Piala Asia U-23.

"Dari pengalaman saya melatih, tak mudah mengubah mind set dan karakter pemain yang telah tertanam bertahun-tahun. Shin Tae-yong telah mengasah kemampuan dan mencuci otak pemain Timnas Indonesia dengan cara bermain spartan selama lima tahun. Tapi pemain tak bisa langsung mengubah kebiasaan bermain dalam tempo pendek dengan pelatih baru," jelasnya.

Asa masih ada. Harapan masa depan harus terus tertanam. Semoga Nova Arianto menumbuhkan kembali kecintaan dan memupus rasa putus asa publik sepak bola Tanah Air bersama Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia U-17 2025 Qatar awal November mendatang.

Semoga pula, Timnas Indonesia Senior memulihkan harkat dan martabat bangsa Nusantara di Piala Asia 2027 Arab Saudi. "Harapan kita tinggal pada Timnas Indonesia U-17 dan Piala Asia 2027. Semoga dua even itu mampu mengembalikan marwah sepak bola Indonesia yang sempat disegani di level Asia pada era Shin Tae-yong," pungkasnya.

Komentar

Kirim komentar
Galat kode pemeriksaan, silakan masukkan kembali
avatar

{{ nickname }}

{{ comment.created_at }}

{{ comment.content }}

IP: {{ comment.ip_addr }}
{{ comment.likes }}